Melawan Disrupsi Bisnis di Bidang Kesehatan (3)

{ Artikel sebelumnya: Melawan Disrupsi Bisnis di Bidang Kesehatan 2 }

Jika bagian 1 dan 2 menjelaskan betapa seriusnya ancaman dari perusahaan teknologi, maka kali ini kita coba diskusikan bagaimana melawan disrupsi bisnis yang akan mereka lakukan di bidang kesehatan. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang apa itu perusahaan teknologi masa kini yang belakangan cenderung mengganggu bisnis konvensional. Benar pepatah kuno yang mengatakan bahwa untuk memenangkan pertempuran, kita perlu mengenali siapa musuh kita.

1) Pemanfaatan Teknologi

Sebagai perusahaan teknologi, mereka benar-benar menguasai teknologi, terutama teknologi terbaru. Dengan gesit mereka dapat segera mengadopsi teknologi terbaru dalam waktu yang singkat. Kadang kala mereka di-endorse oleh perusahaan teknologi besar semacam Microsoft, Google, Facebook, IBM dan masih banyak lagi perusahaan besar lain yang siap membantu mereka dalam pengadopsian teknologi baru dan infrastrukturnya.

Di sisi inilah hampir semua perusahaan konvensional mengalami kekalahan. Namun bukan berarti perusahaan teknologi ini tidak bisa dikalahkan ya? Karena perlu strategi tersendiri untuk mengalahkan mereka di sisi ini.

2) Efisien

Salah satu dampak dari penggunaan teknologi yang tepat adalah efisiensi. Perusahaan teknologi ini beroperasi dengan sangat efisien. Apa saja yang bisa diotomatisasi akan diotomatisasi. Mereka akan mencari ide apa saja sehingga operasional mereka bisa efisien dengan sedikit sekali (atau bahkan tidak ada) sentuhan manusia.

Tidak hanya efisien di operasional internal mereka, namun juga bagaimana interaksi mereka dengan mitra dan pelanggan/penggunanya. Kalau melihat apa yang sudah dilakukan Gojek, Uber, Grab, dll, maka kita bisa melihat kalau semuanya berjalan otomatis dan serba cepat, semua diatur oleh sistem. Nyaris semua interaksi konvensional langsung dilakukan oleh mitra dengan pelanggan. Sedangkan perusahaan teknologi ini tinggal berdiam diri saja memantau transaksi. Jika ada masalah barulah admin atau helpdesk turun berperan. Itu pun sudah jarang terjadi.

Efisiensi yang mereka lakukan sudah sampai ke semua dimensi, yaitu biaya, waktu, manajemen dan sumber daya (termasuk SDM). Bahkan mereka sudah mencapai level perhitungan berapa transaksi per detik!

Membandingkan cara kerja mereka yang efisien, maka RS perlu belajar banyak: apa saja yang terjadi di operasional internal yang bisa dibuat otomatis? Bagaimana efisiensi juga diterapkan ke pelayanan kepada pasien? Dan bagaimana sistem bisa membantu RS menggapai masyarakat dengan cara yang efisien juga?

Bukan tidak mungkin, jika kelak RS punya teknologi tinggi seperti halnya bagaimana para perusahaan teknologi itu beroperasi, bisa jadi RS akan memiliki lebih sedikit karyawan. Dan tentu saja akan terjadi efisiensi biaya operasional.

3) Beroperasi Nyaris Tanpa Batas

Ciri khas dari perusahaan teknologi ini adalah mereka dapat beroperasi tanpa batas, baik batas waktu mau pun lokasi. Satu-satunya batasan adalah regulasi.

Kita ambil contoh Gojek, Grab dan Uber yang kini telah menjangkau beberapa kota di Indonesia. Uber bahkan perusahaan luar yang telah beroperasi di banyak negara (silakan hitung di: Daftar Negara Uber, Daftar Kota Uber). Oh iya, Grab juga perusahaan dari negara tetangga loh! Demikian pula Lazada. Mereka bisa dengan mudah dan cepat masuk ke Indonesia.

Dengan sangat gesit dan dalam waktu yang singkat, mereka akan berekspansi ke kota atau bahkan negara lain. Dengan dukungan modal yang kuat dan penguasaan teknologi tinggi, mereka bisa melakukan hal itu dengan segera.

Membandingkan cara mereka berekspansi dan beroperasi, sepertinya RS perlu mengubah strateginya. Cara ekspansi RS tidak harus selalu dalam bentuk pembangunan atau akuisisi RS di daerah baru. Membuat RS baru atau membeli RS lain memerlukan waktu yang lama dan dana yang besar. RS harus benar-benar memikirkan strategi baru untuk bersaing dengan perusahaan teknologi ini.

Jangan lupakan fakta bahwa salah satu batasan bagi perusahaan teknologi ini adalah regulasi. Seringkali regulator bertindak tidak adil pada perusahaan teknologi demi melindungi bisnis di suatu daerah. Namun sebaiknya batasan regulasi ini jangan dijadikan tameng atau alasan untuk melindungi bisnis kita ya? Tidak adil soalnya, hehehe…

4) Inovasi: Model Bisnis Baru

Bagaimana cara perusahaan teknologi ini mengganggu bisnis konvensional adalah dengan inovasi di model bisnis. Mereka merenovasi cara bekerja dari suatu bisnis dan menawarkan cara interaksi baru yang praktis antara para mitra dengan pelanggannya. Mereka merangkul para mitra dan memberikan akses ke pasar yang sangat luas bagi mereka. Di sisi lain, pelanggan atau pengguna akan mendapatkan manfaat besar dengan kepraktisan, banyaknya pilihan produk dan harga serta kemudahan bertransaksi.

Dan mereka bisa melakukannya dengan cepat. Jika ada perubahan model bisnis karena pengaruh regulasi atau karena adaptasi ke budaya lokal, mereka bisa melakukan perubahan dalam waktu yang singkat.

Sebagai inovator di model bisnis, mereka memang jagonya. Mereka tahu benar apa yang dibutuhkan pelanggan/pengguna dan juga para mitranya. Kebanyakan ide bisnis mereka lahir dari penggalian secara mendalam dan langsung ke masyarakat. Karena mereka benar-benar paham bahwa apa yang sangat dibutuhkan masyarakat adalah sumber ide bisnis yang tepat.

Dan karenanya mereka dengan senang hati menjadi fasilitator antara masyarakat dengan para pelaku bisnis (mitra). Beroperasi sebagai fasilitator membuat mereka memiliki lebih sedikit resiko dan berkesempatan mengutip fee dari setiap transaksi. Namun dengan luasnya cakupan pasar dan banyaknya mitra yang digandeng membuat mereka memiliki pendapatan yang sangat besar.

Dalam operasional RS, sebenarnya RS telah memperlakukan dokter sebagai mitra kerjanya. Namun belum sampai kepada level dimana perusahaan teknologi itu mendefinisikan ulang model bisnis disruptif-nya. Banyak RS di luar memang sudah menerapkan pola kemitraan penuh sehingga dokter spesialis seperti menyewa ruang praktek di RS. Sedangkan RS menyediakan ruang praktek dan infrastruktur medis pendukungnya.

Namun dalam level pelayanan kepada pasien, sepertinya kita perlu belajar banyak dari para perusahaan teknologi itu yang telah menyediakan level pelayanan sampai ke pengguna akhir dengan cara yang sangat praktis, nyaman dan aman. Bahkan sampai ke rumah pelanggannya.

5) Jaringan Bisnis Besar dan Luas

Sebagai perusahaan dengan pola pikir modern, mereka benar-benar tahu bahwa mitra adalah asset penting bagi mereka. Dengan tidak segan mereka menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dalam skala yang sangat besar. Bayangkan saja betapa banyaknya mitra Gojek, Uber, Grab? Sebut saja Gojek yang telah memiliki mitra 250.000 pengemudi ojek (baca: 250.000 Driver Go-Jek Kini Kuasai Jalanan Indonesia).

Tidak hanya besar dalam hal jumlah, namun juga cakupannya, sangat luas.

Kemitraan ini mereka jalin tidak hanya dengan mitra kerja, namun juga dalam operasional manajemen. Mereka tidak segan menggandeng perusahaan teknologi lain untuk menunjang operasionalnya. Tidak dipungkiri, mereka memiliki banyak backup dari perusahaan teknologi global. Oh iya, mereka kebanyakan mendapatkan pendanaan dari perusahaan multi nasional dengan nilai yang fantastis.

Model kemitraan jaringan dan pendanaan ini belum tentu bisa dengan mudah diterapkan di RS Indonesia ya? Mungkin saya salah. Namun yang saya lihat memang belum sampai ke apa yang sudah dilakukan oleh perusahaan teknologi ini.

6) Skalabilitas Tinggi

Penguasaan teknologi dan model bisnis modern yang diusung perusahaan teknologi ini memungkinkan tingkat skalabilitas bisnis yang tinggi. Perusahaan teknologi mampu menjalankan operasionalnya dalam skala kecil dengan sangat efisien, namun ketika dibutuhkan, mereka mampu menangani transaksi dalam jumlah yang tinggi. Mereka akan benar-benar memanfaatkan kapasitas mitra mereka sampai ke level paling optimal.

Tidak segan mereka akan menggandeng lebih banyak lagi kemitraan untuk meningkatkan kapasitas akibat meningkatnya permintaan pasar. Dan sistem mereka memungkinkan untuk melakukan itu dengan mudah.

Sementara baru 6 poin yang nyangkut di pikiran saya. Mungkin kalau nanti terpikir hal baru akan saya tambahkan lagi.

Kalau kita cermati, ke-6 point ini membuat para pelaku bisnis konvensional harus berpikir ulang bagaimana caranya supaya bisa memenangkan persaingan dengan perusahaan teknologi. Jika memungkinkan, buatlah strategi sehingga persaingan menjadi tidak relevan lagi.

Bagaimana caranya? Nanti kita coba diskusikan lagi di bagian ke-4 ya? Tentu jika Anda masih berminat mengikuti tulisan ini. Oh iya, Anda dapat menuangkan ide atau opini Anda di kolom komentar di bawah. Siapa tahu kita bisa saling tukar pikiran untuk memperkaya wawasan kita.

(Bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *