Melawan Disrupsi Bisnis di Bidang Kesehatan (2)

{ Artikel sebelumnya: Melawan Disrupsi Bisnis di Bidang Kesehatan (1) }

Sepertinya saat ini banyak RS hanya berfokus pada kompetisi antar RS dan membuat strategi untuk mengalahkan kompetitornya, seperti misalnya membuat program-program unggulan, kelengkapan fasilitas medis, pelayanan kesehatan yang baik dan lengkap, dan lain-lain. RS menerapkan strategi bagaimana menggaet pasien sebanyak-banyaknya; menerapkan standar pelayanan, keamanan dan kenyamanan pasien; dan menerapkan efisiensi operasional sebesar-besarnya demi memenangkan persaingan antar RS.

Namun benarkah semua itu relevan?

Sejauh ini RS masih memandang RS lain sebagai kompetitornya. Dan nampaknya semua strategi tersebut masih relevan. Namun sejatinya saat ini RS telah memiliki kompetitor baru, yaitu perusahaan teknologi.

Sepertinya saat ini banyak RS masih merasa terlalu besar dan menganggap pesaingnya yang perusahaan teknologi itu terlalu kecil. Seperti membandingkan perusahaan gajah dengan perusahaan semut. Namun mereka harus mulai menggeser paradigma ini. Karena orang sekecil Daud pun bisa membunuh raksasa Goliat. Bahkan sejarah dunia telah mencatatkan bahwa tidak ada perusahaan yang terlalu besar yang tidak bisa tumbang. Sebut saja Yahoo yang belum lama ini dijual murah, jauh lebih murah dari pada yang pernah ditawarkan pada saat masih jaya (Baca: Yahoo Resmi Dijual! CEO-nya Langsung Hengkang, Kisah Tumbangnya Yahoo: Tak Ada Perusahaan yang Terlalu Besar untuk Gagal).

Dan tentu saja kita tidak mau hal yang sama terjadi di rumah sakit kita kan?

Marilah kita melihat apa yang telah dibuat oleh para pesaing dari bisnis disruptif ini. Kita cukup melihat beberapa saja, yaitu HaloDoc, KlikDokter, Dokter.id, dan Go Dok. Sepertinya dari beberapa ini sudah cukup dapat mewakili diskusi kita ini. Berikut adalah beberapa hal penting yang mereka tawarkan:

  1. Konsultasi Online. Nampaknya ini adalah layanan yang paling diunggulkan oleh para pemain bisnis disruptif ini. Mereka menyediakan layanan konsultasi online via chat teks, suara dan bahkan video. Pengenaan tarif bisa per sesi chat atau berdasar durasi komunikasi suara atau video. Dan ini merupakan solusi yang praktis bagi pasien.
  2. Pembelian Obat Online. HaloDoc telah menggandeng Go-Jek untuk pelayanan pembelian obat secara online. Ini sangat membantu para pasien sehingga setelah berobat cukup pulang ke rumah dan menunggu obatnya datang.
  3. Direktori RS dan dokter. Hampir semuanya menawarkan daftar RS dan para dokternya. Disertai pula jadwal praktek dan nomer telfon untuk membuat janjian.
  4. Informasi Kesehatan dan Gaya Hidup. Go Dok cukup bagus menyajikan artikel-artikel kesehatan dan gaya hidup sehat. Bahkan banyak juga yang disajikan secara video. Ini sangat membantu masyarakat yang sudah mulai banyak yang peduli atas kesehatannya.

Kalau dilihat, daftar layanan yang ditawarkannya masih sedikit ya? Apa mungkin mereka bisa mengganggu bisnis RS?

Jangan salah, bisa jadi mereka sudah menyimpan rencana untuk mendobrak bisnis konvensional kesehatan. Lagi pula dalam setahun ke depan akan muncul beberapa pemain baru yang akan mengganggu bisnis kesehatan dengan inovasi-inovasi barunya. Seperti sudah alamiah terjadi bahwa para pemain di atas itu hanyalah pembuka. Seperti di masa lalu ketika muncul Friendster yang kemudian dilibas oleh Facebook dengan inovasi barunya. Friendster sebagai pembuka dimensi media sosial kemudian dibantai habis oleh Facebook yang kini merajai media sosial.

Kenyataannya memang perusahaan-perusahaan teknologi baru itu akan muncul dengan cepat dan menawarkan inovasi-inovasi baru yang akan melibas para pesaingnya, bahkan pesaing di bisnis konvensional.

Seberapa besar ancaman dari perusahaan teknologi ini?

Dari beberapa layanan yang sudah dibahas di atas sebenarnya sudah sedikit nampak ke mana arahnya. Seperti misalnya konsultasi online itu. Betapa praktisnya kelak pasien bisa berkonsultasi kepada dokternya. Cukup dari rumah via video call. Apalagi dukungan teknologi dan telekomunikasi sekarang sudah jauh memungkinkan dibanding 3-5 tahun yang lalu. Dengan koneksi 4G saja sudah cukup bagus untuk video call.

Dari sisi medis tentu masih banyak berdebatan terkait efektivitas, akurasi, keamanan dan legalitas dari konsultasi online ini. Tapi bukan hal yang tidak mungkin, kelak semua berdebatan ini bakal teratasi secara teknologi.

Ambil contoh, jika dalam konsultasi online ini dokter perlu melakukan pemeriksaan laboratorium pada pasien untuk menegakkan diagnosanya. Bisa saja order pemeriksaan laboratorium ini segera dilakukan secara online ke laboratorium klinis terdekat dengan rumah pasien. Dan petugas lab akan datang ke rumah pasien untuk mengambil spesimen. Hasil pemeriksaan langsung online ke dokter dan pasien. Kemudian dokter bisa menegakkan diagnosanya.

Contoh kasus ini tentu saja sangat membantu pasien dibandingkan jika pasien harus berangkat ke RS yang tentu saja untuk berangkat ke RS punya hambatan tersendiri.

Tapi contoh kasus ini mungkin belum terlalu ekstrim bagi perusahaan teknologi. Jadi perkenankanlah saya membuat contoh ekstrim. Andaikata ada seorang pasien yang membutuhkan konsultasi ke dokter subspesialis yang ternyata tidak ada di kotanya. Tanpa pendekatan teknologi, maka pasien tersebut harus dirujuk dan diberangkatkan ke kota lain yang tersedia dokter subspesialis tersebut. Alangkah sangat inovatif jika teknologi dapat membantunya. Bisa saja dokter atau RS setempat memfasilitasi hal itu.

Ini adalah konsep telemedicine. Sayangnya belum banyak RS di Indonesia yang mengadopsi hal ini. Kalau pun ada, ini biasanya terjadi di RS jaringannya saja.

Seandainya perusahaan teknologi bisa membuat telemedicine untuk lintas RS dan platform dengan seabrek kemudahan dan kepraktisan, tentu akan menjadi disrupsi tersendiri. Karena pada prinsipnya teknologi bisa mengatasi halangan geografis. Pada contoh subspesialis di atas, bisa saja pasien dikonsulkan ke dokter subspesialis di luar negeri.

Hanya itu saja ancamannya?

Hmmm… tentu tidak! Ancaman terbesar justru di pergeseran model bisnisnya. Kalau sekarang kan sudah jelas, orang sakit berobatnya ke RS atau klinik. Namun bisa saja ini bergeser, dimana orang sakit tetap di rumah sedangkan tenaga medisnya yang datang ke rumah pasien. Memang tidak semua kasus bisa terlayani, tapi pada kasus-kasus tertentu yang ringan seperti perawatan luka, fisioterapi, perawatan geriatri, terapi anak berkebutuhan khusus, dan lain-lain, bisa dilakukan di rumah. Kalau pun ada kasus yang cukup berat yang tidak bisa ditangani di rumah, maka tenaga medis yang datang ke rumah pasien dapat membantu pertolongan pertama dan memberangkatkan pasien ke RS.

Melihat bisnis model ini, bisa saja dokter atau perawat atau terapis yang datang ke rumah mengenakan biaya premium. Ini merupakan niche market yang membidik pasien menengah ke atas. Artinya bukan nilai yang kecil. Dan bisa jadi pasien akan menjadi loyal terhadap layanan ini. Seperti contoh gojek, penumpang yang sudah merasakan layanan gojek pasti enggan menggunakan jasa ojek pangkalan lagi.

Sebagai informasi, layanan home care seperti ini sudah jamak di luar negeri. Dan umumnya memang para pelanggannya dari kalangan menengah ke atas di perumahan elite. Dengan dibantu teknologi, maka pengelolaan pasien, dokter, lokasi, alat medis, catatan medis dan lain-lain dapat dilakukan dengan piranti bergerak semacam tablet atau ponsel pintar.

Tapi ini baru sedikit yang terpikir ya? Bisa saja kelak ancamannya bakal bertambah dengan semakin inovatif-nya layanan kesehatan yang ditawarkan. Karena tidak dipungkiri, para perusahaan teknologi itu sangat kreatif! Kebanyakan mereka berangkat dari masalah yang terjadi di masyarakat dan kemudian hadir dengan solusi praktis difasilitasi teknologi tinggi. Jadinya disruptif bagi bisnis konvensional!

Apa yang harus dilakukan oleh RS menanggapi ancaman-ancaman ini?

Perusahaan teknologi yang memasuki bisnis kesehatan ini mulai bermunculan dan akan terus bertambah banyak. Bayangkan saja jika para pemain bisnis disruptif yang sudah mapan mulai masuk ke bidang kesehatan juga. Bukannya tidak mungkin akan sangat disruptif.

Namun bukan berarti RS tanpa daya menghadapi ancaman-ancaman ini! Karena RS perlu menggeser paradigmanya dan mulai membuat strategi untuk menjadikan teknologi sebagai enabler. Karena dengan tingkat adopsi teknologi yang semakin tinggi, bisa jadi persaingan terhadap perusahaan teknologi ini menjadi tidak relevan lagi. Ya betul, RS harus membuat persaingan dengan perusahaan teknologi menjadi tidak relevan! RS harus siap bertarung secara teknologi!

Bagaimana caranya? Karena sudah panjang tulisan ini, jadi nanti saya sambung lagi di artikel berikutnya yaaa…

(Bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *